Rabu, 19 Oktober 2011

Ini tentang Aku dan Mereka

Air mata boleh berjatuhan tapi langkahku harus tetap tegar.
Malam itu sudah 8. Tinggal 4 untuk berganti hari.
Berjalan sendiri di jalan lurus menuju rumah kedua. Hatiku sesak, penuh gejolak. Bukan karena kau tapi karena mereka.
Aku belum bisa menyebutnya “kita” aku masih menyebutnya “mereka”
Bahkan setelah lebih dari dua generasi bersama, aku masih menganggap kita beda.

Awal aku melangkah masuk. Masih takut-takut. Takut melihat orang baru. Melihat mereka seperti melihat seorang professional. Dan benar mereka memang professional. Caranya bicara, caranya melihat sekitar. Tak hanya dengan mata, tapi dengan pikiran dan hati.

Kukira yang mereka kerjakan seperti yang kukerjakan dulu. Santai, tanpa banyak berpikir. Tapi disini lain ternyata, berpikir adalah sesuatu yang selalu ada di tiap nafas. Tiap hari, tiap waktu. Aku kaget dengan ini. mencoba menyesuaikan.

Saat semangat masih berkobar. Untuk belajar, untuk mengabdi. Pada “mereka” yang masih belum bisa ku anggap “kita”. Aku merasa mereka memandangku dengan sebelah mata, bukan tapi sekedipan mata. Layaknya debu yang mampir di mata. Dibiarkan sebentar, tak di anggap dan akhirnya tak dihiraukan. Mungkin yang kulakukan tak sehebat yang mereka lakukan. Tapi pengahargaan untuk jerih payah, mengayuh, menunggu, bertanya, menulis, berpikir, mengetik, menghindar dari keluarga, hanya dianggap kosong. Tak dilirik. Tak diteliti. Walau itu sangat penting bagi “kita” pelakunya.

Aku sadar aku kurang. Perlakuan mereka, membuatku merubah arah. Arah yang salah. Yang malah memilih menarik diri. Pergi menjauh dari mereka. Tak dihiraukan juga. Tak mengapa. Karena aku bukan apa-apa. Bukan salah mereka juga. Karena mereka bukan penentu pikirku. Hatiku dan jalanku.

Melihat dan mendengar. Itu menjadi aman. Menghindar dan menjauh. Itu menjadi nyaman. Dengan melihat dan mendengar aku semakin kagum. Dengan dia yang pernah memimpin. Bahasanya. Caranya memotivasi. Kadang membuatku terharu. Termotivasi. Dan semangat lagi untuk bersama “mereka”.

Dilain sisi. Aku melihat hitam. Noda. Yang tak nampak dimuka, namun di simpan di dalam. Banyak, semakin aku mendekat semakin gelap, pekat. Ada di tiap tubuh yang mereka bawa. Noda yang seharusnya kecil, oleh sebagian dari “mereka” di besarkan. Dibuat semakin suram. Tanpa mau membersihkannya.

Banyak belajar. Dari “mereka”. Dari yang “mereka” katakan, lakukan, dan “mereka” pendam. Maaf aku masih belum bisa menganggap kalian “kita”. Berbeda dengan kalian yang selalu bangga mempunyai dan berada didalamnya. Walau aku tak tahu itu nyata atau maya. Itu tulus atau palsu. Tapi aku masih belum bisa. Walau kalian paksa. Ini masalah hati. 

Dan malam ini pertama kalinya aku menangis karna “mereka”. Merasa sedikit menjadi bagian dari “mereka”. Nyesek. Geram. Pedih. Sakit. Memiliki. Dibuang. Direndahkan. Sok akrab. Sok kenal. Basa-basi. Bangga. Tertawa. Palsu. Aku. Kalian. “mereka”.

Sudah. Aku putuskan. Untuk “mereka” yang hanya tinggal menghitung hari, aku tak boleh menyerah. Walau air mata tumpah. Ini untuk “mereka”. Tak harus besar. Tapi kecil saja. Tak harus “kita”. Tapi “mereka” saja.

Sudah. Aku lelah. Terimakasih.

Rabu, 27 Juli 2011

...

tiba-tiba keinget puisi galau yang pernah ku bikin pas SMA...puisinya masih tersimpan rapi di draft HPku yang sekarang sudah karatan...pas baca lagi...ketawa ketawa sendiri...sumpah galau abis.

AKU ADA

ku melihatmu tanpa kau ketahui
mataku yang tak pernah kau sadari
indah bila kau berlari
sakit bila tlah menjelang hari

aku tak butuh kau kenal
tak butuh kau datang untukku
siang malam aku disini
terdiam
bertanya-tanya
pertanyaan yang takkan mungkin kau jawab
pertanyaan yang jika ku tahu jawabannya
akan membuatku kecewa sedih dan kadang termenung

tak usah memandangku 
matamu seolah memberi harapan
harapan yang sebenarnya palsu

Cukup!
aku hanya butuh satu
hanya butuh itu
hanya butuh kau tahu 
bahwa aku ada


Selasa, 26 Juli 2011

yang kau anggap teman


Kamu butuh audiens bukan teman. (Dee, “Madra”, hal 141, 2011)
Pertemuan ini kita yang rencanakan. Pada hari ketika semua orang sedang berlibur jika mereka tinggal di Indonesia. Sebuah hari raya. Mungkin juga untuk kita. Karena kita bertemu pada hari itu.
Pertemuan ini memang kita rencanakan. Tepatnya kau yang mengajakku dan aku dengan sangat senang langsung mengiyakan. Kenapa? Karena kita memang sangat jarang bertemu sejak kita terpisah oleh kota untuk mencari apa yang mereka sebut sebagai rutinitas setelah tamat sekolah.

Hari itu aku bergegas untuk segera bertemu denganmu. Kunaiki bus yang dulu sering kupakai jika aku akan pergi ketempat biasa kita dan teman-teman kita berjumpa. Tepat saat aku melangkah turun dari bus aku melihatmu. Dengan pakaian senada dengan warna daun-daun disekelilingmu. Saat itu aku juga melihat guguran bunga warna kuning yang tersebar disekeliling kita. Sungguh pemandangan yang sangat indah yang pernah kulihat.

Tak ada yang lain darimu ketika kujabat dan mulai tersenyum padamu. Kau masih seperti kau yang dulu. Namun saat kau tiba-tiba bicara, aku merasa ada yang lain. apa itu? Aku juga tak tahu.

Kau bicara dan terus bicara. Kau ceritakan padaku semua hal yang kau alami tanpa aku. Dari tempat kau tinggal, tempat yang mereka sebut sebagai rutinitas setelah tamat kuliah, lelakimu, orang-orang barumu yang aku belum pernah mengenal atau melihatnya. Awalnya aku yakin ini masih kau. Dirimu yang memang sangat antusias ketika bercerita hal yang kau alami tanpa aku. Namun, aku merasa ada lain setelahnya. Apa itu? Aku masih mencarinya.

Ditempat itu kita berjalan, berjalan beriringan dalam suatu hari ketika makhluk hidup lain sedang ikhlas untuk mati. Dan saat itupun kau terus berbicara dengan ikhlas. Aku? Aku masih terus mendengar pula dengan ikhlas. Apakah ini yang berbeda. Mungkin.

Kita menemukan suatu tempat baru. Tempat dimana kita harus melewati jalan-jalan yang naik turun. Hingga akhirnya sampai pada tempat itu. Tentu saja masih dengan bibirmu yang terus bergerak. Naik dan turun. Di tempat itu kita makan.

Setelah berjalan jauh dan menemukan persinggahan untuk makan, rasanya aku sangat lelah. Entah mengapa, bahkan biasanya akupun tak pernah mengalami hal ini. mataku, kakiku, telingaku, hatiku. Hatiku? Entah mengapa hatiku juga merasa lelah. Saat kau bicara lagi, aku memandangmu lagi. Mencoba menyimak apa yang kau katakan. Kali ini tentang cintamu yang membuatmu mabuk. Tiba-tiba cerita itu berganti dengan kejadian ganjil yang menimpamu beberapa waktu terakhir. Tiba-tiba berganti lagi dengan kehidupanmu bersama kawan barumu. Yang lebih suka kau anggap mereka sebagai musuh.
Belum sempat aku berkomentar tentang satu hal, kau sudah mengalihkan lagi cerita yang lain. seakan aku ini tak harus berkomentar. Akalku harus bergerak cepat untuk memberi komentar tentang ceritamu yang kadang kau abaikan.

Handphoneku bergetar. Namun kau masih bergumam. Tanpa lelah. Tanpa jeda. Hingga akupun sungkan untuk sekedar melihat pesan yang singgah d handphoneku.
Kalimatmu mengalir bagaikan air terjun yang tak henti turun. Kekuatannya tetap sama walau sudah jatuh puluhan tahun. Aku hanya bisa berucap, “oh..ah..benarkah?..jadi begitu”.
Kaupun tak peduli dengan argument yang kadang kukeluarkan. Yang semakin kesini semakin menunjukan kekesalan. Kau seolah berbicara disebuah mimbar. Berpidato tanpa harus ditanggapi ataupun mengetahui apa yang orang lain ingin katakan.
Tapi ini aku, teman. Aku adalah orang yang ingin kau dengarkan kisahnya. Kisah yang kulalui tanpamu. Kisah yang kau tak tahu karena kita jauh. Tapi mengapa kau seolah bicara tanpa peduli apa yang kuinginkan. Bukankah kita bertemu untuk saling berbagi.

Kemudian saat makanan datang, kau mulai agak terdiam. Namun ini tak berselang lama. Kau bicara lagi. Mengguruiku tentang makanan yang kumakan dan menjelaskan makanan yang kau makan. Baik. aku tahu kau ahli. Tapi biarkan aku makan sejenak.

Dalam perjalanan untuk mencari bus yang kutumpangi untuk pulang. Aku masih berjalan didekatmu. Dan kau masih bercerita. Lagi-dan-lagi. Bahkan taukah kau kadang ceritamu sudah kau ulang lebih dari dua kali. Tapi aku mulai menyadari satu hal. Disini aku kau butuhkan sebagai tempat sampahmu yang kaucari. Yang selama ini tak ada yang mau mendengarmu. Mereka yang kusebut teman barumu, yang lebih suka kau sebut musuhmu.

Disinilah kau mencari teman lama yang kau anggap teman, tapi tak kau perlakukan layaknya teman.
Teman bagiku adalah saling berbagi. Bagiku saling memberi. Tapi kau tak mau mendengarkan kisahku.
Tak apa. Sampai disini aku tahu. Apa yang kutanyakan saat kau mulai bicara tadi. Saat aku janggal ini bukan kau.

Benar, kau telah berubah. Mungkin fisikmu tidak. Tapi tingkah dan perbuatanmu aku yakin ya. Berubah. Manusia memang terus berubah. Begitu pula kau. Dan aku. Dan aku menemukan jawabannya saat melangkahkan kakiku di bus yang mengantarkanku pulang. Yang kau masih sempat-sempatnya bercerita saat aku sudah masuk pintunya. Ya, kamu butuh audiens, bukan teman. Itu sebabnya teman barumu tak mau berbicara, karena mereka tak kau dengar sebagai teman.

Aku masih berharap kau berubah. Mungkin bukan aku, sebagai dewa penolongmu. Yang akan menyadarkanmu. Karena aku hanya pengecut yang tak mau menyakiti hatimu. Tapi aku yakin keadaan nantilah yang akan menyadarkanmu.

Jangan kau kuasai keadaan dengan bibirmu. Pahamilah dengan telingamu. Cobalah dengarkanlah mereka yang mencoba menyadarkanmu. Dengan mendengar kau akan tahu. Kau akan tahu apa yang mereka mau. Hatimu akan terbuka, karena itu hanya bisa kau lakukan dengan mendengar.
Teimakasih.

Aku masih disini.
Masih ingin kau anggap sebagai teman.

Minggu, 10 Juli 2011

ada udara dalam kekosongan

sekarang kekosongan itu datang lagi. kosong menurutku sangat menyenangkan. dari yang kosong kita bebas mengisinya dengan apasaja.
karna kosong kita juga tak harus berpikir untuk menjaganya
karna kosong tak perlu takut akan hilang
walau kosong sebenarnya tetap ada isinya
ada udara yang selalu menempatinya
selalu ada walau ia tak diperdulikan
karna udara memang tak perlu dianggap
akan selalu ada dimanapun
menjagamu dan senantisa menemanimu







Sabtu, 02 Juli 2011

galau

aku hanya ingin minta maaf,,,
karena aku melupakanmu
lupa akan ulang tahunmu

aku memang bodoh
aku mengingatkan orang lain akan ulang tahunmu malah aku sendiri yang lupa
sudah ku ingat ingat dari lama malah pada hari ulang tahunmu aku lupa
kukira hari menunjukan tanggal 1, jadi kupikir sudah terlambat,,,ternyata malah tanggal 29

ketika aku menelfonmu,,,taukah kau aku sangat takut,,,
namun ketika telfonku tak kau jawab, aku semakin takut

bagaimanapun kau berhak marah
maaf ya ndi,,,
sekali lagi Selamat Ulang Tahun
semoga bahagia dunia akhirat
kita tetap temenan kan ya?

love you....

Rabu, 04 Mei 2011

SETAN!! Itu Sakit.


Setan, tak hanya mereka yang gaib. 

Saya dikatai setan. Sakit hati iya,,,marah,,,emmm,,,enggak sih,,tapi malah takut. Bukan takut apa saya memang sudah mati. Saya yakin kok saya masih hidup. Tapi lebih takut pada keberadaan saya dimata teman saya itu memang layaknya setan. 

Menurut kalian kata “ setan”  itu seberapa parah sih untuk mengatai sesama wanita, dan dengan muka serius. Masih sangat jelas muka teman saya itu ketika dia mengatai saya “setan”. Wajahnya serius. Tanpa segores lipatan senyum dari bibirnya. Matanya menetap lurus kedepan dengan bibir terkatup. Saya mencoba bercanda lagi, tapi wajah itu tak mau berganti dan bergerak dari posisinya yang tegang. Sayapun jadi tegang. Belagak sok asyik dan masih terus bercanda, padahal takut minta ampun.

Kejadian ini terjadi begitu cepat. Mungkin hanya butuh waktu 10 menitan lah,,,atau malah kurang. Mungkn 5 menit. Saat itu kami sedang menonton TV, disebuah ruang. Ada 4 orang kalau tidak salah. Termasuk saya. Biasa ketika sedang berkumpul kami bercanda. “Dia” teman saya itu aku godain dengan teman saya yang satunya. Dia bilang mau menahan diri biar gag marah. Jadi dia diam. Lalu teman saya bilang. “diamnya gag alami,,ada yang mau diomongin” lalu dia ngomong apa gitu. Terus aku bilang “ wah jadi tambah seneng ni godainnya” . lalu terlontarlah kata itu. “SETAN!!” tanpa melihat saya, tanpa melirik, tapi tatapannya kedepan sana. Apa dia memang melihat setan, atau apa? Yang jelas mulai saat itu saya jadi takut. Takut untuk bercanda dengannya. 

Mungkin kami memang tidak cocok untuk saling becanda. Bahan bercandaan kami berbeda. Kata-kata SETAN itu, tentu saja akan saya ingat. Sampai kapan? saya juga tidak tahu. Yang jelas, kata itu membuat saya mengerti bahwa setan menurut teman saya itu bukan hanya yang tidak terlihat tapi juga yang terlihat. Pengalaman ini memberi saya beberapa pelajaran. 

Yang pertama, masih banyak dari diri saya yang sangat buruk seperti SETAN yang harus saya perbaiki. Minimal dengan teman saya itu.

Kedua, saat mengatakan SETAN, atau kata-kata yang sejenisnya, pikirlah apa kau itu lebih baik dari yang kau katai. Apakah juga kata itu akan menyinggung perasaan temanmu. Mudah mungkin mengatakannya. Mudah juga untuk membuat suasana menjadi tegang. Lebih mudah lagi membuat temanmu sakit hati. Tapi apakah mudah membuat suasana menjadi normal kembali. Saya rasa sulit.

tak hanya mereka yang gaib
Ketiga, setan itu tak hanya yang yang gaib, tapi juga yang nyata. Manusia contohnya. Tapi saya berjanji pada diri saya sendiri “SAYA TIDAK AKAN MENGATAI SIAPAPUN SETAN”. Karena itu terasa tidak enak didengar dan begitu sakit. Saya tidak mau dikatakan seperti itu, maka saya juga tidak akan melakukannya.

Kamis, 24 Maret 2011

berkaca


Beberapa hari yang lalu, aku merasa sangat bedosa. Terutama pada seorang gadis yang sebenarnya tak salah apa-apa. Yang kusakiti hatinya. Berawal dari percakapan biasa. Sehari-hari yang tidak penting. Dia memang selalu menanyakan semua hal. Dari yang penting sampai yang menurutku tidak penting dan tidak perlu dibahas. Kebiasaannya itulah yang membuatku merasa tidak nyaman. Tidak nyaman disini bukan yang sebel banget atau apa, tapi lebih mengarah pada moment2 tertentu. 

Dan saat itu lah, sekali lagi kesabaran dan amarahku di uji. Aku lupa dia saat itu bicara apa. Tapi yang jelas. Aku bilang terang2an kalo aku sebel sama dia. Aku juga bilang mungkon ini bawaan PMS. Tapi aku langsung mengarah kesoerang gadis, dan tidak yang lain. Aku juga berkata, pertanyaan dia itu nggak penting. Pokoknya aku mengarah pada gadis itu dan meluapkan kekesalanku.

Setelah kejadian itu aku berpikir. Betapa bodohnya aku. Betapa rendahnya aku, telah melakukan hal yang benar2 tidak berperasaan. Berkaca. Mungkin mudah untuk menghakimi kesalahan orang. Egois. Walau mungkin orang lain juga egois pada kita. Tapi apakah kita tidak lebih egois dengan mengekang kebebasan berekspresi orang lain. Berhari-hari, aku berpikir. Hanya ada perasaan resah dan bersalah. Menyakiti perasaan orang lain. Beribu-ribu maaf aku ucapkan. Mungkin sampai sekarang kutulis kegundahanku, aku belum bisa memaafkan diriku. Aku harus menjadi lebih baik. 

Pengertian. Itu aaadalah kunci dari masalah ini. Aku belajar untuk lebih menghargai hak-hak orang lain. Walaupun hak itu membuat kita sebel. Tapi dibalik itu kita telah membuat orang lain bahagia, dengan segala ekspresi mereka, yang bisa mereka keluarkan. 

Gadis itu sebenarnya dikirim Allah untuk mrnguatkanku. Membuatku belajar lebih banyak dari yang belum dia ketahui dan juga aku.  takut merasa orang lain lebih baik dan lebig pandai dari kita adalah freak!! Sebenarnnya mengapa aku kesal mungkin karena aku tdak bisa menjawab pertanyaannya yang sungguh luar biasa. Atau ragu dengan jawabanaku sendiri.
Pelajaran yang dapat kupetik adalah :
1. hargailah apapun hak orang lain.
2. lihatlah sisi positif dari sebuah kejadian.
3. jangan takut untuk mengaku salah, berkata ‘tidak tahu’. Karena itu semua akan membuatmu selalu meremehkan orang lain dan meresa kaulah yang paling benar.
4. jangan karena mereka masih kuncup, lantas kau abaikan begitu saja. Kau hanya melihat mereka yang mekar. Kuncup akan berubah menjadi bunga. Dan yang telah mekar akan tergantikan. Maka jika kau telah tergantikan, jadilah pupuk setelahnya. Berikan kebaikan2mu agar penerusmu menjadi kembang yang baik.

Berkacalah. Karena dengannya kau akan melihat kekuranganmu yang harus kau perbaiki.”

Selasa, 15 Februari 2011

Jogjaknowmi sowel


Mungkin saat kalian membaca tulisan ini kalian sudah melepas lelah
Mencari kasur yang empuk untuk istirahat
Atau baru bangun tidur dan langsung online (kerjaan anak jaman sekarang)
Berbaur dengan rutinitas kalian
Saat kalian Mendapati 1 notification berbunyi
**Dian Auliawati Purnama tagged you in the note Jogja Unomisowel
Kecuali jika fesbuk anda berbahasa Indonesia…(hem)
Memang itu yang kuinginkan
Kalian membaca tulisan ini dengan tenang, sedikit ngantuk atau barangkali sudah segar dari mandi
Agar saat kau baca hanya senyum yang terlihat
Tak ada lagi kata capek lelah haus sakit pusing dan suntuk
Bacalah dengan santai rileks dan penuh senyum kenangan

Ceritaku ini takkan lengkap jika tak diawali dengan lagu unomisowel
Lagu yang selalu mengiringi langkah kita
Disetiap sudut kota ini 
Jadi mari sejanak tundukan kepala
Angkat kepala lagi
Satukan ibu jarimu dan satukan pula telunjukmu
Dekatkan ke hatimu dan nyanyikan….
“You Know Me So Well…..girl I need u….”

Rencana itu akhirnya terlaksana juga
Setelah sekian lama kita hanya berangan
Membayangkan indahnya malam jogja
Curhatan gombal malam malam
Ramainya maloiboro dan megahnya kamarku…(tanya kenapa???)
Tapi semua itu jadi lebih indah dari sekedar angan
Ketika kita dapat benar benar merasakannya
Angan itu terjawab oleh sebuah SMS dari Shinta
Pada hari Sabtu Dua belas Februari 2011
Jam 14.28…
// Uul ni qt br brnkt //
Begitu singkat
Tapi membuatku lega
Akhirnya mereka akan datang
Tapi juga membuatku syok,,,
NGAPAIN AJA DArI TADI?????
Kenapa baru berangkat sekarang,,,
Tapi dengan SMS itu menandakan hari penting akan segera terukir…
Hari dimana tawa dan keceriaan yang tak dapat diceritakan dengan apapun juga
Walau seorang penyair atau penulis novel terkenal sekalipun
Karena yang dapat menggambarkannya adalah ingatan kita
Ingatan akan sebuah kenangan indah di Jogja

Shinta selalu member kabar sampai dimana mereka sekrang
Itu yang membuatku tenang
Membanyangkan mereka ber 6 yang tak tahu arah itu saja membuatku sedikit takut
Tapi windy kan adik encuz,,,bassist 3 arah…(terooot)
// ul ni naek bis jogja //
//smp prambanan gt ix tulisane haa//
//smp janti//
Dan datang SMS aneh dari seseorang
//ul,,ngliwet sik kono//….*zara
Kesenangan menyadari mereka akan sampai membuatku melakukan tindakan2 tak sewajarnya
Mandi…
Membersihkan kamar….
Dan tidak tidur siang…
Tapi tak mengapa itulah titik indahnya…
Tapi keranjinganku dan euphoria menyambut kedatangan mereka teganti dengan rasa takut,,,
Karena sebuah SMS yang berbunyi
//Di tUrunke pertanian,dkt perpustaan gt tulisane//
Waduh,,,aneh2 saja ni
Langsung saja kuambil pinky(sepeda roda duaku)
Kuayuh sekuat kakiku bisa mengayuh (aseeeeeek)
Melewati Bang Jo,,Bang Polisi,,dan Bang Bang Tut
Walau Bang Bang Tut tak kentut
Bau anoman sudah tercium
Nampaklah 6 orang hilang bertas besar2
Hendak bertamasya
Merekalah
Shinta..Windy,,Yaya,,,Zara,,,Ika,,,Sylvi
Senyum2 menatapku
“malaikatku telah datang…aku akan selamat”

Berjalanlah kita
Tanpa lelah tanpa takut akan sinar matahari yang begitu terik menyengat (bohong)
Aku melihat dan mengamati kalian
Datang kekosq takut2..copot sandal…emang mau jumatan buk…
Antre mandi,,,nggak mandi (yara n ser)
Ditanyain  “samping siapa ya?” saat lagi mandi…
Makan di cak wawan pesen 4T (ser dan Windy) yang akhirnya dibayari shinta..(baiknya)
Foto2,,,naik taksi,,,maen tutup mata,,,(yg berhasil AKU,shinta dan Sylvi yg remidi)
sepedaan,,,nabrak2,,,peluh keluar,,,pesen es milo dan hanya aku yg menunggu es yg tak kunjung datang
menonton video anoman yg masih amatir,,,senang rasanya melihat kalian tertawa
saat ada gambar aneh…lelaki tampan dan kata2 mautku,,,foto maut gaya Fahmi,,dan tertidur karena kelelahan yg ada dipelupuk mata dan pundak kita

hari kedua
begitu cepat datang
belum habis mimpi indah kenangan hari pertama
kami sudah dibangunkan
oleh sesuatu yang nyata pada dari kedua
bergegas ke sunmor…
tanpa basuhan air di tubuh
bau jigong,,,bau iler dan bau kringat semalam masih menempel
tapi itu bukan masalah
karna hasrat shopping telah menggebu
aku dan mereka melewat jalan yg biasa kulewati
jalan yg menjadi istimewa dari yg mulanya biasa saja
melewati fakultas2,,gedung2 dan sampailah dikeramaian yg orang sebut
sunmor atau Sunday morning
mata kami belum sepenuhnya berbinar
karna perut masih kosong
membuat kami memutuskan untuk makan soto dulu,,,
matahari pun mulai Nampak
dan datanglah pengamen
dengan suara seadanya
menyanyikan lagu yang bener2 kita banget
***anoman si kethek putih
Sungguh suatu yg kebetulan,,,

Kaki kamipun mulai gatal
Mata mulai jahil
Lirik kanan kiri
Tangan mulai meraba2 berbagai barang yg kami anggap menarik
Uang didompet mulai gerah ingin keluar
Merekapun belanja sepuasnya
Walaupun aku yakin mereka tak mungkin puas
Namun itulah yang kuharapkan
Karna itu yang akan membuat mereka ingin kembali lagi kesini
Menuntaskan hasrat mereka yang belum puas
Ketempat ini
Dan akan kusambut dengan senang

Selesai sunmor
Kami pulang ke kost
Mandi,,berkemas,,dan hendak meninggalkanku
MALIOBORO
Tempat yang akan kami tuju
Shopping Taman pintar benteng vedeburg BNI BI POS INDONESIA aksara jawa bungkusan koran bringharjo kerudung kaos dagadu payung bakso jalan mataram sepatu dan terakhir stasiun tugu…
Begitu jauh kalau kita ingat
Dengan berjalan saja
Tapi kita adalah wanita yang kuat
Walau sedikit keluhan kadang hinggap
Itupun masih tetap dapat membuat kita tersenyum saat difoto
Walau kaki sempor **kata2 sylvi
Ngempet loro…heheh
Sampailah di st.Tugu
Titik akhir pertemuan kita
Begitu cepat begitu indah
Saat memandang kalian yang begitu senang berdiri digerbong kereta
Ingin rasanya ikut naik
Ikut bercanda diatasnya
Atau paling tidak ikut duduk walau hanya diam memandang kalian
Saat kereta mulai bergerak
namun tangan kalian tidak melambai padaku
Aku senang
Itu artinya kalian akan kembali
Mengukir kenangan baru
Mungkin bukan disini
Ditempat dan waktu yang lebih indah

Dareah Istimewa Yogyakarta
Menjadi makin ISTIMEWA dengan kalian teman teman
                                           JOGJA….Unomisowel.







Terimakasih…aulia


 

teman