Kamis, 19 Desember 2013

Dimensi Bernama Pikiran


Dimensi itu telah dijaga (Foto: Universal Studio Singapore)

Ketika kita tak lagi bicara. Ketika semuanya menjadi hilang sempurna. Ketika suara lenyap dan bersisa hening. Ketika kita berada di suatu titik bernama sepi. Kamu di mana? Kita sudah tak ada.
Aku menyesal tidak memungut ceceran aksara kita yang berserakan beberapa hari kemarin. Dimensi bernama pikiran sedang merajalela. Diam dan sepi terus mengepung dari depan belakang kanan kiri atas bawah. Sudah saja. Biar semuanya menguap bersama kepulan asap. Sampai sini saja. Biar semuanya hanyut bersama derasanya hujan. Aku ingin terpejam, namun dalam gelap aku malah bisa melihatmu. Aku ingin diam. Tapi kita bisa bercengkrama dengan akrab di sana. Aku ingin hening. Tapi suaramu malah menggema memenuhi ruang nyata dan ruang imajinerku. Mungkin ini yang kau sebut kasta. Atau biasa mereka sebut ruang. Atau juga biasa kusebut jarak. Tak ada lagi aksara. Tak ada lagi suasana. Semuanya lenyap. Melebur dalam bentuk non materi. Terkadang suasana ini terasa nyaman. Namun terkadang ini menyiksa. Setelah banyak bicara. Kau  putuskan untuk diam. Pun aku juga sama. Saling memasuki dimensi pikiran satu sama lain. Sejauh apa kita berlari. Sekuat apapun kita menyerah dan mengagungkan ego dan gengsi. Karet itu akan semakin mementalkan kita ke belakang. Menyatukan rasa itu kembali. Walau ada jarak. Ruang kita tetap sama.
Dewata telah memutuskannya. Menjadikan kita layaknya dua sisi mata uang. Tak bisa saling melihat. Tapi kita tahu kita dekat. Tak bisa saling menyapa. Tapi kita tahu kita menyatu.

Sabtu, 07 Desember 2013

hanya mati suri

ternyata kamu tidak benar-benar mati. hanya mati suri.

teman