Subuh
ini kuantar kau ke tempat yang kau bilang paling nyaman. Subuh ini dengan
dingin yang mulai hilang karena tubuh kita yang terus berjalan. Subuh ini kau
memutuskan untuk kembali berlayar. Mencoba lagi merangkai jalan takdir yang
terlihat samar-samar yang kau yakini kini mulai terang. Berapa kali aku
menemanimu ke sini. Melangkahkan kaki dengan santai, namun kadang terburu-buru.
Rasanya sudah tak terbilang lagi kita berdiri ditepian pantai ini dan
mempersiapkan layar. Biasa saja. Tak ada yang spesial. Aku mencoba terus
berdendang, yang anehnya kau jawab dengan diam. Wajahmu sarat akan kata, namun
terus kau pendam.
Sebenarnya
mataku panas, bukan karena matahari, karena memang dia belum keluar. Sebenarnya
hatiku sesak, bukan juga karena baju yang terlalu ketat. Ini karena kau, yang
sedari tadi memilih diam. Tiba-tiba terdengar suara. “Tenang” adalah kata
pertamamu, subuh itu saat matahari mulai memunculkan sinarnya di cakrawala.
Saat kau mengatakannya tatapanmu lurus kedepan. Memandangi pasir dan lautan. Aku
yang dua langkah dibelakangmu seketika diam. Melihat bahu dan perahu. Yang aku
tahu nantinya akan melaju, menjauh dari tempat berdiriku.
Pantai Bama Baluran | Banyuwangi 2013 |
Kau
adalah orang terakhir yang menemaniku di tempat ini. Awalnya kita berenam.
Namun semuanya telah berlayar. Tiap mengantar mereka ke tepian pantai ini. Aku
selalu menangis. Takut kalian tak lagi kembali. Takut ombak tiba-tiba besar. Takut
pulau seberang lebih menggiurkan. Satu tahun sudah sejak kawan pertama berlayar
tanpa kabar. Bayangan-banyangan hitam mulai berlarian di pikiran. Dan kau,
berdiri disini, berkata tenang. Setelah sekian lama hanya bungkam. Gila. Malah giliranku
yang sedari tadi berdendang, menyelimuti kekhawatiran, kini hanya bisa diam,
tegang.
Suasana
tak lagi nyaman, mata kita mencari-cari pengalihan, tak mau berpandangan.
Hatiku, mulai sesak. Dan kau pun mulai berujar. Inilah bagian terberat dari
melepaskan. Inilah bagian paling memilukan dari perpisahan. Apa itu? Kalimat-kalimat
pamitan.
“ Semua ini masalah kesiapan kita. Seberapa
keras kita menginginkannya ketika Tuhan tahu kita belum siap, Dia tak akan
memberi.”
Santai saja, walau sulit, anggap aku
berlayar mencari ikan di pulau seberang, yang nanti juga lebaran pulang lagi.
Kau mungkin merasa sudah siap. Sangat siap
malah. Tapi coba lihat perahumu secara lebih teliti. Layarnya masih belum
sempurna betul. Ada bulatan-bulatan kecil di pinggirnya. Dasar perahu juga
masih bisa tertembus air laut. Benahi dulu semuanya. Laut akan segera
memanggilmu.”
Tak
ada pelukan. Karena aku menolaknya. Takut nanti kukenang terus di jalan. Takut menambah
kesedihan.
Dan akupun
hanya bisa melambaikan tangan, sambil sesekali mengusap tangisan. Bergegas pulang
membawa kenangan. Yang pasti memenuhi pikiran semingguan. Selamat berlayar
sahabat.Tunggu aku di tempatmu. Atau tunggu ceritaku di pulau indah lain
nantinya. Kau benar, aku harus bersiap membenahi perahuku. Bukan hanya layar
dan dasar. Tapi bekalku melaut juga harus kupersiapkan dengan matang. Dan kini
anginpun mendorongku untuk segera pulang.
Pulau Cipir | Kep. Seribu 2014 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar