Sabtu, 07 Juni 2014

Berlayar | "Ketika Laut Memanggilmu"


ekowisata mangrove | Surabaya 2014
Subuh ini kuantar kau ke tempat yang kau bilang paling nyaman. Subuh ini dengan dingin yang mulai hilang karena tubuh kita yang terus berjalan. Subuh ini kau memutuskan untuk kembali berlayar. Mencoba lagi merangkai jalan takdir yang terlihat samar-samar yang kau yakini kini mulai terang. Berapa kali aku menemanimu ke sini. Melangkahkan kaki dengan santai, namun kadang terburu-buru. Rasanya sudah tak terbilang lagi kita berdiri ditepian pantai ini dan mempersiapkan layar. Biasa saja. Tak ada yang spesial. Aku mencoba terus berdendang, yang anehnya kau jawab dengan diam. Wajahmu sarat akan kata, namun terus kau pendam.

Sebenarnya mataku panas, bukan karena matahari, karena memang dia belum keluar. Sebenarnya hatiku sesak, bukan juga karena baju yang terlalu ketat. Ini karena kau, yang sedari tadi memilih diam. Tiba-tiba terdengar suara. “Tenang” adalah kata pertamamu, subuh itu saat matahari mulai memunculkan sinarnya di cakrawala. Saat kau mengatakannya tatapanmu lurus kedepan. Memandangi pasir dan lautan. Aku yang dua langkah dibelakangmu seketika diam. Melihat bahu dan perahu. Yang aku tahu nantinya akan melaju, menjauh dari tempat berdiriku.

Pantai Bama Baluran | Banyuwangi 2013
Kau adalah orang terakhir yang menemaniku di tempat ini. Awalnya kita berenam. Namun semuanya telah berlayar. Tiap mengantar mereka ke tepian pantai ini. Aku selalu menangis. Takut kalian tak lagi kembali. Takut ombak tiba-tiba besar. Takut pulau seberang lebih menggiurkan. Satu tahun sudah sejak kawan pertama berlayar tanpa kabar. Bayangan-banyangan hitam mulai berlarian di pikiran. Dan kau, berdiri disini, berkata tenang. Setelah sekian lama hanya bungkam. Gila. Malah giliranku yang sedari tadi berdendang, menyelimuti kekhawatiran, kini hanya bisa diam, tegang.

Suasana tak lagi nyaman, mata kita mencari-cari pengalihan, tak mau berpandangan. Hatiku, mulai sesak. Dan kau pun mulai berujar. Inilah bagian terberat dari melepaskan. Inilah bagian paling memilukan dari perpisahan. Apa itu? Kalimat-kalimat pamitan.

“ Semua ini masalah kesiapan kita. Seberapa keras kita menginginkannya ketika Tuhan tahu kita belum siap, Dia tak akan memberi.”

Santai saja, walau sulit, anggap aku berlayar mencari ikan di pulau seberang, yang nanti juga lebaran pulang lagi.

Kau mungkin merasa sudah siap. Sangat siap malah. Tapi coba lihat perahumu secara lebih teliti. Layarnya masih belum sempurna betul. Ada bulatan-bulatan kecil di pinggirnya. Dasar perahu juga masih bisa tertembus air laut. Benahi dulu semuanya. Laut akan segera memanggilmu.”

Tak ada pelukan. Karena aku menolaknya. Takut nanti kukenang terus di jalan. Takut menambah kesedihan.

Dan akupun hanya bisa melambaikan tangan, sambil sesekali mengusap tangisan. Bergegas pulang membawa kenangan. Yang pasti memenuhi pikiran semingguan. Selamat berlayar sahabat.Tunggu aku di tempatmu. Atau tunggu ceritaku di pulau indah lain nantinya. Kau benar, aku harus bersiap membenahi perahuku. Bukan hanya layar dan dasar. Tapi bekalku melaut juga harus kupersiapkan dengan matang. Dan kini anginpun mendorongku untuk segera pulang. 
Pulau Cipir | Kep. Seribu 2014











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

teman